Menyalahkan Tuhan
Ini hanyalah sebentuk argumen tak mendasar dengan berbagai asumsi tak bernalar.
Seiring waktu, semakin bertambahnya umur dan berkurangnya sisa hidup ku, aku menyadari bahwa beberapa hal memang bisa terjadi tanpa alasan pasti.
Terkadang kita bertanya-tanya, mengapa, karena kita yakin telah memilih pilihan yang benar dan tidak menyesatkan kita sebelumnya. Tapi mengapa pada akhirnya tidak berjalan sesuai rencana sebelumnya?
Padahal pepatah pun mengatakan bahwa kita menuai apa yang kita tanam. Lalu mengapa apa yang kita tuai terkadang tidak sesuai dengan apa yang kita tanam?
Kalau kau mengatakan "Ah, itu akibat kamu yang tidak pandai merawatnya sehingga hasil yang kau tanam berakhir buruk," maka aku tak akan sepenuhnya menyalahkanmu.
Untuk menumbuhkan sesuatu hingga siap tuai memang melibatkan banyak faktor. Kendalikan faktor-faktor tersebut maka kau akan mendapatkan hasil yang kau inginkan. Namun ingatlah disamping faktor yang dapat kau kendalikan kerjanya, terdapat pula faktor yang tidak dapat kau kendalikan. Seperti keajaiban dan keberuntungan, mungkin? Atau aku salah?
Semesta itu tak tertebak kawan. Terkadang Ia seperti berkonspirasi mendukung mu, namun tak jarang pula Ia seperti menghalangi mu dari apa yang kau tuju.
Ada sesuatu disana, energi yang sangat besar yang mungkin belum ada seorang pun yang memahaminya, energi yang orang-orang bilang merupakan penggerak yang menggerakkan semua entitas yang ada di dunia ini. Sesuatu yang orang sebut sebagai Tuhan.
Banyak orang yang menyatakan bahwa Tuhan lebih tahu apa yang terbaik bagi kita, dibandingkan diri kita sendiri. Aku tidak akan sepenuhnya membenarkan ataupun menyalahkan pernyataan ini.
Mungkin memang Tuhan lebih tahu dibanding kita yang bahkan masih belum bisa membedakan pilihan mana yang terbaik, pilihan terbaik yang berpengaruh untuk jangka waktu yang panjang dibandingkan pilihan terbaik yang mungkin hanya bertahan sesaat. Akan tetapi, akankah kita dapat terus berdiam diri, hanya menunggu Tuhan memilihkan pilihan untuk kita, tanpa kita berbuat apapun hanya karena kita terlalu takut untuk memilih pilihan yang salah?
Jikalau memang benar Tuhan lah yang mengendalikan dan menggerakkan semua entitas di semesta dan mayapada, di dunia dimana kau dan aku bernaung, mengapa masih ada yang bertingkah selayaknya Ia lebih tahu dan pandai dibandingkan Tuhan itu sendiri dengan mengecap entitas maupun pribadi lain melanggar aturan Tuhan jika ia melakukan perbuatan tertentu?
Bukankah Tuhan lah yang mengendalikan dan menggerakkan semua entitas yang ada? Jikalau iya, bukankah itu berarti perbuatan yang dilakukan sebentuk entitas tersebut, yang kau cap melanggar aturan tuhan, merupakan perbuatan Tuhan itu sendiri dimana entitas tersebut hanyalah bertindak sebagai perpanjangan tangan dari Tuhan yang menggerakkan dan mengendalikannya? Bukankah dengan mengecap sebentuk entitas melanggar aturan Tuhan sama saja dengan berkata bahwa Tuhan telah melanggar aturan yang sudah dibuatnya sendiri, seperti peribahasa menjilat ludah sendiri?
Namun jika kembali ke pertanyaan sekaligus pernyataan: Bukankah Tuhan lah yang mengendalikan dan menggerakkan semua entitas yang ada, akankah hal seperti mengecap sebentuk entitas melanggar aturan Tuhan sama saja halnya dengan Tuhan melakukan pengakuan bahwasanya Ia telah melanggar aturan yang Ia buat?
Lalu kembali pada persoalan mengenai pilihan. Tuhan mengendalikan dan menggerakkan mu, Ia bertindak melalui dirimu. Berarti dapat dikatakan pilihan yang kamu pilih merupakan pilihan Tuhan. Benar kah? Atau aku salah?
Jikalau kamu memilih pilihan yang dinilai salah dari sekian pilihan yang ada, bukan kah itu berarti Tuhan memang ingin memilih pilihan yang salah? Lalu kau berdalih setan menghasutmu untuk memilih pilihan yang salah, bukan Tuhan yang menyuruhmu memilih pilihan yang dinilai salah itu. Bukankah setan dikendalikan dan digerakkan pula oleh-Nya? Lagipula, memangnya mengapa sesuatu yang benar bisa kau katakan benar dan sesuatu yang salah bisa kau katakan salah? Mengapa benar tidak salah dan salah tidak benar? Tidakkah semuanya sama-sama tindakan Tuhan? Tidakkah ketika kamu menyalahkan suatu perbuatan akan sama layaknya dengan kamu menyalahkan Tuhan yang mengendalikan dan menggerakkan entitas-entitas yang berkaitan dengan perbuatan tersebut?
Lalu jika ada yang tidak percaya Tuhan, akankah itu berarti Tuhan tidak percaya akan keberadaan dirinya sendiri?
–Rah. Jogja, ditemani kepulan asap yang menghangatkan paru pada jam kuliah di atas atap kontrakan seseorang yang katanya menyayangiku melebihi batas seorang teman.
Comments
Post a Comment