Late Night Thoughts

It's been a while since the last time ku post persoalan pribadi a.k.a. curcol panjang lebar yang gaje nan tak bermakna pun tak berfaeda :) but here I am, thinking maybe I should post something like this again, in order to make myself slightly feel better since I can't tell stories in real life like how I do it here.

I just want to share them, without the feeling of being judged, without the need of hiding my emotions since I am really ugly whenever I am crying :') So instead of learning and preparing for today's exam, here I am. The urge to let them out is bigger than my will to studying for quality control's final I think :'))

Nyaris 2 tahun sudah aku merantau, menjalani kehidupan di kota yang nyaris tak pernah mati. kota yang menawarkan romantisme di tiap sudutnya, yang terkadang buat ku merasa sesak :')

Nyaris 1 tahun sudah aku mencoba bertahan dari rasa penyesalan dan depresi akibat pilihan yang dulu pernah kubuat, walaupun mungkin sebaiknya aku mensyukurinya karena melalui pilihan tersebut aku menemukan teman-teman baru, dikala teman-teman lainnya pergi meninggalkanku karena mungkin sudah muak denganku.

Kata mereka aku terlalu dipenuhi drama.

Well, mungkin apa yang mereka katakan tak ada salahnya. I won't deny that. Terkadang menjadi terlalu perasa namun tidak dapat dengan tepat mengekspresikan hal yang dirasa itu… %@%^&!
It's so damn suck. Mungkin caraku salah, but hey, why don't you give me some example about how to behave when facing something like that or advices on how to react instead of judging me for what I've done telling me that it's wrong to do without telling me the right way to do it. It really confusing.

Nyaris setahun yang lalu, aku dinyatakan diterima di jurusan impianku, bukan jurusan pilihan orang tuaku, setelah aku mencoba ulang SBMPTN. Dilema terberat, jujur. Dan berujung dengan kembalinya aku menjalani kehidupan di jurusan pilihan orang tuaku.

Sebenarnya ku sudah dibebaskan untuk memilih, but seeing how they expect that much on me is hurt me so bad. It makes me feel bad for choosing to chase something that I dreamt of for such a long time. Aku terlalu takut mengecewakan mereka. How my mother acted after I chose the choice made me feeling like I'm no good daughter.
Hubunganku sama ibu meregang, lagi. Setiap topik soal kuliah muncul, we argued really bad. I knew that she just wants the best for me, but i'm enough on her telling me what to do after the high school accident. The pressure is really really bad.

I hurted myself, again. Banged my head on the wall. Wished for dead brain cells, so I became that stupid person who'll never being expected to achieve something anymore. Hit my own body, to release the anger and tears that I can't show.

The mental pressure is there, everyday. Selama liburan dimana seharusnya kamu bersenang-senang. I couldn't imagine back then, how will my insanity last facing my mother like that if I really choose the choice for everyday. So I decided to fulfil her expectation. Call me a coward. But she's my mother. I love her, yet I hate her. But still, ku masih belum siap untuk jadi anak durhaka yang tiap hari berantem sama ibunya, tiap hari emosi bawaannya, hanya karena jurusan.
Kuliah di FSRD dimana kampus dengan rumah hanya berjarak 15 menit means kamu ga perlu ngekos. Artinya setiap hari kamu akan pulang ke rumah. Dengan kondisi hubungan ku dengan ibu yang seperti itu bahkan sebelum kuliah dimulai, aku ga kebayang akan gimana nantinya.

So at the last minutes, aku memilih untuk balik ke Teknik Industri UGM. Hell, aku bahkan udah masuk grup line dan telegram anak-anak ITB dan FSRD 2017 :')

It was really hard, to make the decision. Melepas sesuatu yang kau impikan sejak lama dan berhasil kamu raih, itu berat. Sangat amat berat. Tapi lebih berat menahan pressure dari orang tua saat itu.
Sepanjang semester 3 performa akademisku menurun. Down, sangat. Candaan mereka yang mengaku teman soal pilihanku membuatku lebih down lagi, walaupun mengakunya hanya bercanda dan tak serius. Mood untuk kuliah hilang, toh buat apa.

Seorang mantan sahabat mulai mendekatiku, lebih dari sekedar sahabat. Mulai membuatku bisa relax dari segala pressure saat itu. Heck, he said that he loves me. Nyatanya dia belum bisa lepas dari bayang sahabat ku yang gagal ia dekati. Dan aku benar telah memilih untuk pergi. Mungkin perlakuannya dilandaskan hanya karena merasa kasihan padaku, atau mungkin hanya karena uang/mobil yang kugunakan, hell no, who's know.

I trusted no love that easily since then. Eventho kemudian dekat dengan beberapa nama, kami hanya dekat untuk bertukar pikiran-pikiran liar tentang semesta.

The pressure's back again.

I've tried to go to the pros for my mental health problems. But it cost so much here in Indonesia. Keuangan saya sebagai mahasiswa tidak sestabil itu, and I couldn't use the credit card for this matter. I can't let my parents know. Udah tanya sana-sini, cari anak psi buat bantu. Seorang teman menyarankan untuk cari pelampiasan lewat asap, i denied it. But i failed.

No one to speak and control the demons inside me. Been tried to face it by myself, but failed. The thoughts of suicidal came, been tried, but too afraid, then failed. I started to smoke my lungs out. Got caught by another bestie, he took the packs away. Since he insisted me to told him why, I started to told him almost everything that happens. It relieved me for a while. Tapi dia pun punya masalah dan kesibukan tersendiri. The last time I tried to spoke with him, told him about smth that happens, it makes me ended up back to the sticks.

Hell I cried so hard at this point, dunno whether should I continue or not :')))

**So after some lil breaks and drafts, here I am.

Liburan semester (akhir 2017) satu keluarga pergi umroh. 10 hari. 4 hari pertama, rasa ikhlas buat ngelepas FSRD udah mulai muncul. Sampai satu saat dimana sesuatu terjadi, it makes me upset with my mother. Aku paham, ibu senang anaknya diterima di ITB, but bukan di FSRD. And I'm tired facing her that telling people stories when she's supposed not to. Aku lelah dengan tatapan judgemental orang-orang akibat aku melepas ITB. Yet she acted like nothing's happen.

Ingin rasanya libur cepat selesai kala itu, agar bisa segera kembali ke jogja.

Tapi takdir berkata lain. Kakiku 'ngadat', lagi. Butuh operasi. Tiket kereta kembali untuk melarikan diri padahal sudah di tangan. But karena hal ini, aku punya lebih banyak waktu untuk menenangkan diri dan berdamai dengan ibu.

Masuk ke semester 4, I tried to be happier and appreciate my self more. I'm not that depressed as I was di semester 3, di awal semester 4 ini. I stop consuming the sticks. But since hasil akademik yang tak memuaskan nyampe ke rumah, the pressure from my mom is back. She's expecting much from me on the academic.

Mendekati UTS aku semakin menggila. Pergi menyendiri, nyetir sendiri ke pantai beberapa kali cukup membantu, tapi masih kurang. Butuh pelampiasan, I'm back to the packs again. UTS berakhir. Ku tahu ini salah. Terutama stigma yang udah dibangun di masyarakat bilang kalau hal ku lakukan itu ga pantas. I've tried. Sulit banget rasanya haha. Sampai akhirnya ku mulai lebih dekat dengan seorang anak Bandung. I decided to stop, no matter what. Sebulan berlalu tanpa berhubungan dengan 'the packs', sama sekali. Kemudian gagal karena hal sepele, di luar pengawasan si teman. I've tried to stop it again, dan ini sudah minggu ke-7. Well, i still have the packs, cuma untuk dipegang bukan dikonsumsi. Sebagai sekadar penenang, ku rasa.

Yet here I am still struggling to keep my mind straight first. Persetan sama nilai, ku lebih takut gila daripada lulus telat. Well, mungkin sebenarnya ku udah gila sekarang :).

Sebenernya masih banyak yang ingin ku keluarkan, tapi ku masih belum siap, revealing all of them. It's as if I'm revealing the dark side of mine :')

Ciao, then.

Comments

Popular posts from this blog

Merlin

Orang Yang Ga Tau Malu

SILAHKAN DIBACA: cerita singkat Juni 2013 - Mei 2014