Alunan lagu alam malam merambah kalbu, mengetuk syahdu batin yang mulai lelah ini.
Seolah tak mengapa, aku terus bertingkah layaknya robot.
Tak hiraukan rasa sakit dan pedih yang kian menyebar.
Tersedu aku termenung dalam diam tatkala kau bertanya,
"Apa kabar hatimu?"
Bagaikan mesin yang mulai berkarat dan butuh pelumas pada roda-roda giginya, otakku tertatih bekerja dan memproses perintah.
Berusaha menjawab tanya dari mu.
Haruskah ku katakan yang sesungguhnya?
Atau katakan apa yang ku kira kau ingin dengar?
Hening menyapa. Terdiam kau pun aku.
Hingga kekeh aku memecah sunyi.
"Hatiku baik," jawabku.
Senyum tergambar dibalik isak batin.
Pikiranku tak henti mengorbit. Penuh akan spekulasi.
Akan seperti apa tanggapanmu nanti?
Jika ku nyatakan hati ini terlampau lelah?
Jika ku bilang hati ini terlalu sakit hingga tak mampu menyaring serta menghalau racun iri dan dengki?
Hening. Lagi.
Penuh sangsi kau menatap, berusaha menembus hati.
"Kau yakin?"
"Ya, aku sangat yakin. Hatiku baik." tanpa jeda, aku menjawab mu.
Bukanlah kebohongan yang ku utarakan.
Hatiku memang baik, namun bukan dalam konteks yang melibatkan dan berkoneksi dengan segala sesuatu tentang aku, dirimu, dan dirinya.
Hatiku baik jika hanya ada aku tanpa dirimu.
Hatiku baik jika hanya ada dirimu dan dirinya, tanpa melibatkan keeksistensianku.
Kemudian kembali hadir hening diantara kita.
Sementara pikiran masing-masing berkecamuk berusaha memecah sunyi.
Segan memulai, namun tak ingin mengakhiri. Cerita antara kau dan aku dengan dirinya, atau tepatnya, cerita dirimu dan dirinya dengan aku si tokoh baru.
These things are too beautiful to last.
Even when you said that nothing's gonna change, something will definitely change.
dari Bandung 16 derajat
-Rah
Comments
Post a Comment